Tutorial Membuat Kalender di Coreldraw | Republic Grafika
elain fitur-fitur yang umum yang digunakan seperti Power Clip , Convert to Curves , Publish To PDF dan lain sebagainya, Corel Draw juga ...
Senin, 03 September 2018
Home »
percetakan buku surabaya
,
percetakan murah indonesia
,
Percetakan Murah Surabaya
,
percetakan sticker termurah surabaya
,
percetakan surabaya
» Republic Grafika | Percetakan Pagar Alam
Republic Grafika | Percetakan Pagar Alam
Sejarah
suku BESEMAH dari Kota Pagar Alam Sumatera Selatan
SUKU BESEMAH (PASEMAH)
Ilustrasi menarik mengenai tempat orang-orang Basemah pernah dituliskan oleh
JSG Grambreg, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda yang ditulisnya tahun
1865 sebagai berikut : " Barang siapa yang mendaki Bukit Barisan dari arah
Bengkulu, kemudian menjejakkan kaki di tanah kerajaan Palembang yang begitu
luas dan barang siapa yang melangkahkan kakinya dari arah utara Ampat Lawang
(negeri empat gerbang) menuju ke dataran Lintang yang indah, sehingga ia
mencapai kaki sebelah Barat Gunung Dempo, maka sudah pastilah ia di negeri
orang Pasemah. Jika ia berjalan mengelilingi kaki gunung berapi itu, maka akan
tibalah ia di sisi timur dataran tinggi yang luas yang menikung agak ke arah
Tenggara, dan jika dari situ ia berjalan terus lebih ke arah Timur lagi hingga
dataran tinggi itu berakhir pada sederetan pengunungan tempat, dari sisi itu,
terbentuk perbatasan alami antara negeri Pasemah yang merdeka dan wilayah
kekuasaan Hindia Belanda".
Dari kutipan itu tampak bahwa saat itu wilayah Pasemah masih belum masuk dalam
jajahan Hindia Belanda. Operasi-operasi militer Belanda untuk menaklukkan
Pasemah sendiri berlangsung lama, dari 1821 sampai 1867 Johan Hanafiah
budayawan Sumatra Selatan, dalam sekapur sirih buku Sumatra Selatan Melawan
Penjajah Abad 19 tersebut menyebutkan bahwa perlawanan orang Pasemah dan
sekitarnya ini adalah perlawanan terpanjang dalam sejarah perjuangan di
Sumatera Selatan abad 19, berlangsung hampir 50 tahun lamanya. Johan Hanafiah
juga menyatakan bahwa pada awalnya orang-orang luas, khususnya orang Eropa,
tidak mengenali siapa sebenarnya orang-orang Pasemah. Orang Inggris, seperti Thomas
Stamford Rafless yang pahlawan perang Inggris melawan Belanda di Jawa (1811)
dan terakhir mendapat kedudukan di Bengkulu dengan pangkat besar (1817-1824)
menyebutnya dengan Passumah. Dalam The British History in West Sumatra yang
ditulis oleh John Bastin, disebutkan bahwa bandit-bandit yang tidak tahu hukum
(lawless) dan gagah berani dari tanah Passumah pernah menyerang distrik Manna
(salah satu nama kota di bengkulu selatan) tahun 1797.
Disebutkan pula bahwa pada tahun 1818, Inggris mengalami dua malapetaka di
daerah-daerah Selatan yakni perang dengan orang-orang Passumah dan
kematian-kematian karena penyakit cacar. Pemakaian nama Passumah sebagaimana
digunakan oleh orang Inggris tersebut rupanya sudah pernah pula muncul pada
laporan orang Portugis jauh sebelumnya.
Nama Pasemah yang kini dikenal sebetulnya adalah lebih karena kesalahan
pengucapan orang Belanda, demikian menurut Mohammad Saman seorang budayawan dan
sesepuh besemah. Adapun pengucapan yang benar adalah Besemah sebagaimana masih
digunakan oleh penduduk yang bermukim di Pagaralam Suku Besemah, yang sering
disebut sebagai suku yang suka damai tetapi juga suka perang (Vrijheid lievende
en oorlogzuchtige bergbewoners) adalah suku penting yang terdapat di Sumatera
Selatan. Pada zaman sebelum Masehi (SM), pada peta yang dibuat oleh Muhammad
Yamin, belum tampak nama suku-suku lain yang tercantum, kecuali suku Besemah.
Local Jenius Suku Besemah, sebagai salah satu pemilik kebudayaan Megalitikum,
disebut suku yang memiliki local genius. Tetapi sayang, tidak diwariskan kepada
anak-cucu (keturunannya).
Mengenai asal-usul suku Besemah, hingga saat ini masih diliputi kabut rahasia.
Yang ada hanyalah cerita-cerita yang bersifat legenda atau mitos, yaitu mitos
Atung Bungsu, yang merupakan salah satu di antara 7 orang anak ratu (= raja)
Majapahit, yang melakukan perjalanan menelusuri sungai Lematang, akhirnya
memilih tempat bermukim di dusun Benuakeling.
Atung Bungsu menikah dengan putri Ratu Benua Keling, bernama Senantan Buih
(Kenantan Buih). Melalui keturunannya :
Bujang Jawe (Puyang Diwate),
Puyang Mandulike,
Puyang Sake Semenung,
Puyang Sake Sepadi,
Puyang Sake Seratus,
dan Puyang Sake Seketi
yang menjadikan penduduk Jagat Besemah. Cerita tentang asal-usul suku Besemah
sangat mistis, irasional, dan sukar dipercaya kebenarannya. Masalahnya bukan
persoalan benar atau salah, dipercaya atau tidak, akan tetapi unsur yang sangat
penting dalam mitos atau legenda adalah peran dan fungsinya sebagai pemersatu
kehidupan suatu masyarakat (jeme Besemah). Mitos atau legenda ini dapat menjadi
antisipasi disintegrasi kesatuan dan persatuan jeme Besemah di mana pun mereka
berada. Hal ini sudah sudah tampak dalam beberapa dekade, terutama setelah
pemerintahan marga dihapuskan (UU No.5 Tahun 1979). Perlu selalu ditanamkan
perasaan dan keyakinan bahwa jeme Besemah itu (termasuk jeme Semende dan jeme
Kisam) berasal dari satu keturunan BERDIRINYA DUSUN DI JAGAT BESEMAH Puyang
Kunduran membuat dusun Masambulau (Ulu Manak) dan di kemudian hari anak-cucunya
membuat dusun Gunungkerte, termasuk Sumbay Besak (Sumbay Besar), Puyang Keriye
Beraim membuat dusun Gunungkaye, dan Sumur. Kemudian anak-cucu Keriye Beraim
membuat dusun Talangtinggi dan Muarajauh (Ulu Lurah), Puyang Belirang membuat
dusun Semahpure dan anak cucunya pindah pula membuat dusun di Ulu Manak. Puyang
Raje Nyawe pindah pula membuat dusun Perdipe, Petani dan Pajarbulan.
Anak cucunya pindah pula membuat dusun Alundua, Sandarangin, Selibar,
Rambaikace, Sukemerindu, Kutaraye, Babatan, Sadan, Nantigiri, Lubuksaung,
Serambi, Bendaraji, Ulu Lintang Bangke, Singapure, Buluhlebar, Gunungliwat,
Tanjungberingin, Ayikdingin, Muarasindang, Tebatbenawah, Rempasai, Karanganyar,
semuanya masuk Sumbay Besak. Puyang Raje Nyawe pindah ke Semende, membuat dusun
Pajarbulan.
Puyang Raje Nyawe kembali ke dusun Perdipe menyebarkan agama Islam dan adat
istiadat perkawinan secara islami. Dari Semende banyak penduduk yang pindah
keKisam dan masih banyak cerita mengenai pendirian dusun-dusun di Tanah Besemah
ini.
Sistem Pemerintahan Tradisional Sistem pemerintahan tradisional di daerah
Besemah disebut Lampik Empat Merdike Due yang dipimpin oleh kepala-kepala
sumbay. Besemah waktu itu merupakan suatu republik yang paling demokratis.
Tanggungjawab dan kesetiaan sangat ketat dibina oleh orang Besemah. Rasa
solidaritas dan loyalitas yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan
prajurit-prajurit Besemah dapat melakukan perlawanan terhadap Kolonialisme.Dari
kutipan itu tampak bahwa saat itu wilayah Pasemah masih belum masuk dalam
jajahan Hindia Belanda. Operasi-operasi militer Belanda untuk menaklukkan
Pasemah sendiri berlangsung lama,dari 1821 sampai 1867 Johan Hanafiah budayawan
Sumatra Selatan, dalam sekapur sirih buku Sumatra Selatan Melawan Penjajah Abad
19 tersebut menyebutkan bahwa perlawanan orang Pasemah dan sekitarnya ini
adalah perlawanan terpanjang dalam sejarah perjuangan di Sumatera Selatan abad
19, berlangsung hampir 50 tahun lamanya. Johan Hanafiah juga menyatakan bahwa
pada awalnya orang-orang luas, khususnya orang Eropa, tidak mengenali siapa
sebenarnya orang-orang Pasemah. Orang Inggris, seperti Thomas Stamford Rafless
yang pahlawan perang Inggris melawan Belanda di Jawa (1811) dan terakhir
mendapat kedudukan di Bengkulu dengan pangkat besar (1817-1824) menyebutnya
dengan Passumah. Dalam The British History in West Sumatra yang ditulis oleh
John Bastin, disebutkan bahwa bandit-bandit yang tidak tahu hukum (lawless) dan
gagah berani dari tanah Passumah pernah menyerang distrik Manna (salah satu
nama kota di bengkulu selatan) tahun 1797.
0 komentar:
Posting Komentar