Tenggarong merupakan
sebuah kota kecamatan sekaligus ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Wilayah Tenggarong
yang terbagi dalam 13 kelurahan
ini memiliki luas wilayah mencapai 398,10 km2 dengan jumlah penduduk
sebanyak 72.458(BPS 2007).
Daftar Isi
1. Sejarah
2. Ojek Wisata
3. Pusat Kegiatan Olahraga
4. Sejarah Pulau Kumala
5. Sejarah Kerajaan Kutai
Sejarah
Tenggarong
juga merupakan ibu kota Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Kota ini didirikan pada tanggal 28 September 1782 oleh Raja Kutai Kartanegara ke-15, Aji
Muhammad Muslihuddin, yang dikenal pula dengan nama Aji Imbut.
Semula kota
ini bernama Tepian Pandan ketika Aji Imbut memindahkan ibukota kerajaan
dari Pemarangan. Oleh Sultan Kutai, nama Tepian
Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti
rumah raja. Namun pada perkembangannya, Tangga Arung lebih populer dengan
sebutan "Tenggarong" hingga saat ini.
Menurut
legenda Orang Dayak Benuaq dari kelompok Ningkah Olo, nama/kata
Tenggarong menurut bahasa Dayak Benuaq adalah "Tengkarukng"
berasal dari kata tengkaq dan bengkarukng, tengkaq berarti
naik atau menjejakkan kaki ke tempat yang lebih tinggi (seperti meniti anak
tangga), bengkarukng adalah sejenis tanaman akar-akaran. Menurut Orang
Benuaq ketika sekolompok orang Benuaq (mungkin keturunan Ningkah Olo) menyusuri
Sungai Mahakam menuju pedalaman mereka singgah di suatu tempat dipinggir tepian
Mahakam, dengan menaiki tebing sungai Mahakam melalui akar bengkarukng, itulah
sebabnya disebut Tengkarukng oleh aksen Melayu kadang
"keseleo" disebut Tengkarong, lama-kelamaan penyebutan
tersebut berubah menjadi Tenggarong. Perubahan tersebut disebabkan Bahasa
Benuaq banyak memiliki konsonan yang sulit diucapkan oleh penutur yang biasa
berbahasa Melayu/Indonesia.
Objek wisata
Pusat kegiatan olahraga
Terdapat dua
komplek olahraga di Tenggarong, yang pertama di kecamatan Tenggarong sendiri,
kemudian dibangun komplek yang baru di kecamatan Tenggarong Seberang yang dinamakan GOR Aji Imbut.
Pulau Kumala
Pintu
gerbang masuk Pulau Kumala.
Pulau Kumala merupakan
daerah delta di Sungai Mahakam yang
memanjang di sebelah Barat Kota Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara. Dimulai pada tahun 2000, Pulau Kumala dibangun menjadi kawasan
wisata. Namun sejak Bupati Syaukani
Hasan Rais, yang membangun pulau ini, terjegal kasus korupsi pada
tahun 2006, pembangunan Pulau
Kumala menjadi mangkrak.
Akses Ke Pulau Kumala
Taman Wisata
Pulau Kumala berjarak sekitar 27 km dari Kota Samarinda yang dapat
ditempuh melalui Jembatan Kutai Kartanegara dalam waktu kurang lebih 30 menit.
Sedangkan dari kota Balikpapan
yang memiliki fasilitas Bandara
Sepinggan dan Pelabuhan Semayang yang merupakan akses
transportasi udara dan laut di Kalimantan Timur, Berjarak
sekitar 130 km yang dapat ditempuh kurang lebih 3 jam lewat jalan darat. Selain
itu Taman Wisata Pulau Kumala dapat juga dicapai dengan transportasi air
melewati Sungai
Mahakam.
Sejarah
Obyek wisata
Pulau Kumala yang terletak di tengah Sungai Mahakam merupakan
taman rekreasi perpaduan antara teknologi modern dan budaya tradisional. Pulau
seluas 76 hektar ini dulunya adalah lahan tidur dan semak belukar. Saat ini,
sebagian area sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti sky tower
setinggi 100 meter untuk menikmati keindahan dari udara, kereta api mini area
permainan dan kereta gantung yang menghubungkan dengan daratan.
Di pulau ini
terdapat DSJ Resort lengkap dengan kolam renang dan sarana bagi mereka yang
ingin istirahat, yaitu satu-satunya cottage di tengah Sungai Mahakam di lokasi
Pulau ini dipersiapkan Aquarium Raksasa bagi ikan pesut, lumba-lumba air tawar yang hanya ada di Republik
Rakyat Cina dan Brasil.
Pembangunan
Taman Wisata Pulau Kumala dilakukan secara bertahap dan akan terus berkembang.
Dengan demikian masyarakat akan mendapatkan tambahan obyek wisata yang
representatif selain Museum
Mulawarman (bekas keraton Kerajaan Kutai Kartanegara), Waduk
Panji Sukarame, Desa Budaya Pondok Labu di Tenggarong dan Nusa Tuna di Kecamatan
Muara Muntai yang berpasir putih.
Jejak Mistis Pulau Kumala
Rumah Adat Dayak(Lamin)
AGUS SISWANTO
Pulau Kumala terletak di tengah sungai Mahakam. Merupakan taman rekreasi
perpaduan teknologi modern dan budaya tradisional. Pulau seluas 81,727 ha ini
sudah dilengkapi beberapa fasilitas seperti sky tower setinggi 100 meter dan
kereta gantung yang menghubungkan dengan wilayah seberang sungai Mahakam. Pulau
Kumala juga dilengkapi hotel dan cottage.
Sebelum dibangun
menjadi taman wisata, pulau itu hanyalah sebuah hutan di tengah sungai yang
ditumbuhi tanaman liar, pepohonan lebat dan binatang-binatang liar. Apabila
sungai Mahakam meluap, pulau ini kerap tenggelam.
Hal yang mendasari
ide pembuatan Pulau Kumala tersebut antara lain, terjadinya pendangkalan muara
sungai Tenggarong dan harus dikeruk agar kapal yang melewati sungai Mahakam
tidak kandas. Hasil kerukan tersebutlah yang dijadikan material utama
penimbunan Pulau Kumala yang berawa akibat naiknya permukaan air.
Pembangunan Pulau
Kumala itu sendiri ditangani kontraktor lokal dengan konsultan dari Jakarta.
Pembangunannya diawali dengan pengerukan yang menggunakan material pasir
sebanyak 1.5 juta meter kubik.
Langkah berikutnya
adalah pemasangan turap pada sekeliling tepian Pulau Kumala. Sehingga luas
areal Pulau Kumala yang semula 76 ha, setelah penurapan menjadi 81,727 ha.
Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan jalan dan pemasangan listrik.
Pulau Kumala dibuka
pada bulan September 2002, bersamaan pesta perayaan Erau. Selanjutnya dibangun
pula kereta gantung, lamin mancong (rumah panjang: rumah adat Dayak), lamin
wahau, lamin beyoq, air mancur, sky tower, rumah puja, patung lembusuana, hotel
serta gerbang utama. Untuk memasuki area taman rekreasi, pengunjung dikenakan
tarif sebesar Rp 2.000 untuk sekali masuk, sementara untuk menikmati wahana
yang berada di taman rekreasi ini tarifnya bervariasi antara Rp 1.500 s/d Rp
10.000 untuk satu permainan. Ada sekitar sepuluh sarana permainan yang bisa
dinikmati, seperti jet clotser, bombom car, komedi putar dan gocart.
Sekitar bulan Juli
tahun 2007 lalu, Misteri berkunjung ke Pulau Kumala. Sambil menikmati
keindahannya, tidak lupa Misteri mencari tahu jejak mistis pulau buatan ini.
Seorang pekerja
proyek yang Misteri jumpai mengungkapkan, dirinya pernah melihat penampakan di
sekitar cottage. Menurutnya, penampakan makhluk besar sejenis genderuwo sering
terlihat di sana.
“Saya melihat makhluk
tinggi besar dan hitam di dekat cottage,” katanya kepada Misteri.
Lebih jauh dia
mengatakan, malam itu dia bermaksud ke cottage menemui temannya. Tiba-tiba saja
langkahnya terhenti saat melihat sosok tinggi besar berada diantara kerimbunan
pohon. Karuan saja dia lari tunggang langgang.
“Makhluk genderuwo
itu bukan saya saja yang pernah melihatnya. Pengunjung juga sering melihatnya,”
lanjutnya.
Sementara seorang
pekerja proyek lainnya mengaku melihat sosok perempuan cantik di turap tidak
jauh dari gerbang masuk.
“Perempuan itu duduk
sendirian di turap,” ujarnya mengenang. “Saya menduga dia pengunjung pulau ini.
Ketika saya mendekatinya, ternyata malah menghilang,” katanya lagi.
Dalam kunjungan ke
Pulau Kumala ini, Misteri ditemani seorang rekan yang dipanggil Julag. Dia
adalah koordinator perahu ketinting (perahu motor kecil) yang biasa digunakan
untuk membawa wisatawan ke Pulau Kumala. Julag mengaku sering mendengar
cerita-cerita mistik.
“Maklumlah, jauh
sebelum adanya tempat wisata ini, Pulau Kumala memang menjadi hunian gaib,”
ujarnya kepada Misteri. Menurut Julag, beberapa tahun lalu ada seseorang
mengalami peristiwa yang tergolong aneh di sini.
Dikisahkan, pria
bernama Amir itu biasa berkebun di Pulau Kumala. Suatu hari, ketika sedang
sibuk mengurusi kebunnya, tiba-tiba Amir melihat sebuah goa. Sebelumnya, dia
tidak pernah menjumpai goa di pulau ini.
Dengan perasaan heran
bercampur takut, Amir pun memasuki goa tersebut. Sesampainya di dalam goa,
entah kenapa, dia merasa seolah-olah berada di dalam kabin kapal. Di dalamnya
terdapat lorong, palka, ruang mesin dan kamar-kamar. Dalam keremangan cahaya,
Amir terus saja melangkah diantara lorong dan kamar-kamar tersebut. Beberapa
saat kemudian, dia terkejut mendengar suara-suara orang berbicara di salah satu
sudut kamar. Bahasanya terdengar asing.
Kemudian Amir
memberanikan diri mengetuk pintu kamar tersebut. Tetapi tidak ada jawaban. Dia
pun mencoba membukanya.
Amir tersentak kaget
melihat sosok yang ada di dalamnya. Tampak 3-4 orang pria berwajah bule
mengenakan pakaian mirip seragam sedang berbincang di kamar itu. Mereka lalu
menatap Amir dengan tatapan hampa. Tiba-tiba, salah seorang diantara pria itu
menyapa Amir.
“Mari sini. Silahkan
masuk,” kata pria asing itu dengan suara lembut sambil melambaikan tangan.
Amir menghampiri dan
duduk diantara mereka. Selanjutnya, 3 atau 4 orang itu kembali berbicara dengan
bahasa yang tidak dimengerti. Sementara Amir hanya diam saja sambil
memperhatikan. Dalam penglihatan Amir, wajah dan postur orang-orang itu mirip
orang asing, mungkin Eropa. Tetapi mengapa mereka ada di sini? Pikir Amir.
Anehnya lagi, mereka
seolah tidak peduli dengan kehadiran Amir. Manusia-manusia tak dikenal itu
membiarkan saja dirinya diam terpaku.
Entah berapa lama
Amir berada diantara mereka, tiba-tiba saja matanya terasa berat. Dia pun
tertidur. Amir baru terbangun karena ada temannya yang membangunkan.
“Ternyata Amir
terbaring tidur di dekat kebunnya. Tapi temannya itu tidak curiga sedikitpun,”
kata Julag mengakhiri ceritanya. Menurut Julag, saat Amir menceritakan
pengalamannya di goa tadi, nyaris tidak ada yang percaya. Padahal Amir merasa
yakin berada di dalam sebuah kapal asing. Bahkan dia bisa menceritakan secara
detail isi kapal tersebut. Mungkinkah itu kapal yang pernah tenggelam beberapa
ratus tahun lalu?
Begitu lamanya kapal
itu tenggelam, hingga tertutup tanah yang berasal dari hulu sungai Mahakam.
Ratusan tahun kemudian, karena berada dekat muara, kapal karam itu tentulah
tertutup tanah yang kemudian membentuk menjadi Pulau Kumala
Kisah tersebut tentu
saja sulit dibuktikan kebenarannya. Tapi begitulah cerita yang Misteri
dapatkan.
Insiden Tenggarong
Sejarah mencatat
adanya peperangan antara Kesultanan Kutai Kartanegara melawan kaum penjajah
(Inggris dan Belanda). Dikisahkan, pada tahun 1844, 2 buah kapal dagang
pimpinan James Erskine Murray asal Inggris memasuki perairan Tenggarong. Murray
datang ke Kutai untuk berdagang dan meminta sebidang tanah guna mendirikan pos
dagang serta hak transportasi kapal di perairan Mahakam. Tetapi Raja Kutai,
Sultan A.M. Salehuddin, mengizinkan Murray berdagang hanya di wilayah
Samarinda.
Murray kecewa dan
marah dengan tawaran Sultan. Setelah beberapa hari di perairan Tenggarong,
Murray melepaskan tembakan meriam ke arah istana. Tindakan ini dibalas pasukan
Kesultanan Kutai. Pertempuran pun tak dapat dihindari. Armada pimpinan Murray
akhirnya kalah dan melarikan diri menuju laut. Sebuah kapal berhasil
ditenggelamkan. Dalam pertempuran itu, James Erskine Murray terbunuh.
Insiden di Tenggarong
ini sampai ke pihak Pemerintah Inggris. Sebenarnya Inggris hendak melakukan
serangan balasan, namun ditanggapi pihak Belanda yang menganggap Kutai bagian
dari wilayah jajahannya. Belanda berniat menyelesaikan permasalahan tersebut
dengan caranya sendiri.
Kemudian Belanda
mengirimkan armadanya dibawah komando De Hooft dengan membawa persenjataan
lengkap. Setibanya di Tenggarong, armada De Hooft langsung menyerang istana
Sultan Kutai.
Sultan A.M.
Salehuddin pun diungsikan ke Kota Bangun. Panglima perang Kesultanan Kutai,
Awang Long gelar Pangeran Senopati bersama pasukannya dengan gagah berani
bertempur melawan armada De Hooft untuk mempertahankan kehormatan Kesultanan.
Tetapi Awang Long gugur dalam pertempuran tersebut dan Kesultanan Kutai
Kartanegara akhirnya kalah.
Pada tanggal 11
Oktober 1844, Sultan A.M. Salehuddin dengan sangat terpaksa menandatangani
perjanjian dengan Belanda yang menyatakan Sultan mengakui pemerintahan Hindia
Belanda dan mematuhi pemerintah jajahan di Kalimantan. Ketika itu diwakili
seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin.
Kerajaan Kutai
Kutai
Martadipura
adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki
bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini
terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya
di hulu sungai
Mahakam.[1][2] Nama Kutai
diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas
menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat
diperoleh.
Sejarah
Yupa
Prasasti
Kerajaan Kutai
Informasi
yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam
upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah
yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah
Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan
yang dibuat oleh para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama
hindu sapi tidak disembelih seperti kurban yang dilakukan umat islam. Dari
salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai
saat itu adalah Mulawarman.
Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor
sapi kepada kaum brahmana.
Dapat diketahui bahwa menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno
yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang
diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti diatas adalah
sebagai berikut:
“
|
srimatah
sri-narendrasya; ku??u?gasya mahatmana?; putro svavarmmo vikhyatah;
va?sakartta yatha?suman; tasya putra mahatmana?; trayas traya ivagnaya?;
te?an traya?am pravara?; tapo-bala-damanvita?; sri mulavarmma rajendro;
ya??va bahusuvar?nakam; tasya yajñasya yupo ‘yam; dvijendrais samprakalpita?. |
”
|
Artinya:
“
|
Sang
Maharaja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang
Aswawarmman namanya, yang seperti Angsuman (dewa Matahari) menumbuhkan
keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarmman mempunyai putra tiga, seperti
api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarmman,
raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mulawarmman telah
mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk
peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para
brahmana. |
”
|
Mulawarman
Mulawarman
adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman
sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila
dilihat dari cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja)
yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Aswawarman
Aswawarman
adalah Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan
Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga.
Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.
Putra
Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan
Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya
meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera
dan makmur.
Kerajaan
Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi
dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Berakhir
Kerajaan
Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas
dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.
Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu ibukota di Kutai Lama (Tanjung Kute).
Kutai
Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara
selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara
yang semula rajanya bergelar Pangeran
berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji
Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Nama-Nama Raja Kutai
Peta
Kecamatan Muara Kaman
- Maharaja
Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
- Maharaja
Aswawarman (anak Kundungga)
- Maharaja
Mulawarman (anak Aswawarman)
- Maharaja
Marawijaya Warman
- Maharaja
Gajayana Warman
- Maharaja
Tungga Warman
- Maharaja
Jayanaga Warman
- Maharaja
Nalasinga Warman
- Maharaja
Nala Parana Tungga
- Maharaja
Gadingga Warman Dewa
- Maharaja
Indra Warman Dewa
- Maharaja
Sangga Warman Dewa
- Maharaja
Candrawarman
- Maharaja
Sri Langka Dewa
- Maharaja
Guna Parana Dewa
- Maharaja
Wijaya Warman
- Maharaja
Sri Aji Dewa
- Maharaja
Mulia Putera
- Maharaja
Nala Pandita
- Maharaja
Indra Paruta Dewa
- Maharaja
Dharma Setia
-